Senin, 09 Januari 2012

Sesosok Yang Hilang...

Baharuddin Lopa 

Baharuddin Lopa, alias Barlop, demikian pendekar hukum itu biasa dipanggil, lahir di rumah panggung berukuran kurang lebih 9 x 11 meter, di Dusun Pambusuang, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935. Rumah itu sampai sekarang masih kelihatan sederhana untuk ukuran keluarga seorang mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung. Ibunda pria perokok berat ini bernama Samarinah. Di rumah yang sama juga lahir seorang bekas menteri, Basri Hasanuddin. Lopa dan Basri punya hubungan darah sepupu satu.

Dalam usia 25, Baharuddin Lopa, sudah menjadi bupati di Majene, Sulawesi Selatan. Ia, ketika itu, gigih menentang Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan penyelundupan. Ketika menjabat Jaksa Tinggi Makassar, ia memburu seorang koruptor kakap, akibatnya ia masuk kotak, hanya menjadi penasihat menteri. Ia pernah memburu kasus mantan Presiden Soeharto dengan mendatangi teman-temannya di Kejaksaan Agung, di saat ia menjabat Sekretaris Jenderal Komnas HAM. Lopa menanyakan kemajuan proses perkara Pak Harto. Memang akhirnya kasus Pak Harto diajukan ke pengadilan, meskipun hakim gagal mengadilinya karena kendala kesehatan.

Berikut Kisah Inspiratif Baharuddin Lopa, seperti yang saya sadur dari forum Shalahuddin..
Selamat Membaca!

----oo0oo----
09 Juli 2001

Cermin Lopa buat Pejabat Republik

SUNGGUH mulia Tuhan memperlakukan Prof. Dr. Haji Baharuddin Lopa. Ia dipanggil sang Pencipta pada Rabu dini hari pekan lalu, tak berapa lama setelah menunaikan ibadah umrah di Tanah Suci Mekah. Kepercayaan Islam meyakini, begitu seseorang selesai menjalankan ibadah itu, ia putih bersih dari dosa, sebersih bayi yang baru lahir.

Jumat pekan lalu, ketika prosesi pemakaman berlangsung di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, kemuliaan yang lain didapatnya: ia diberi Bintang Mahaputra oleh Presiden Abdurrahman Wahid-penghargaan tertinggi untuk jasanya kepada Republik. Orang akan mengenang makamnya sebagai sebuah monumen tentang pergulatan negeri ini membebaskan dirinya dari belitan korupsi. Penegak hukum tanpa kompromi yang luar biasa bersih itu terbaring di liang nomor 100. Di sebelahnya ada Ibnu Sutowo, bekas Direktur Utama Pertamina, tokoh yang mengingatkan rakyat akan megakorupsi di perusahaan minyak negara yang nyaris menenggelamkan RI.

Kematiannya diratapi banyak orang. Bendera-bendera diturunkan setengah tiang. Skala liputan media tentangnya hanya bisa ditandingi peristiwa meninggalnya Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Tien Soeharto. Rabu dini hari pekan lalu-sehari setelah penyumbatan jantung merenggut jiwanya di Rumah Sakit Al-Hamadi, Riyadh, Arab Saudi. Riuh lelang ikan di Paotere, Makassar, digantikan cerita duka para nelayan tentang kepergiannya.

Baru dilantik 1 Juni kemarin sebagai Jaksa Agung, putra Mandar kelahiran Pambusuang, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935 ini menjadi tumpuan harapan banyak kalangan untuk menegakkan hukum yang lama terkulai. Keraguan sementara orang bahwa pengangkatannya cuma didasari kepentingan politik Presiden Abdurrahman dijawabnya dengan kerja keras. Langsung tancap gas, ia memacu dirinya kelewat keras di usianya yang sudah 66 tahun. Tiap hari, ia masuk kantor pukul 08.00 dan pulang ke rumah pukul 16.00. Tapi ini cuma untuk tidur sore. Katanya, supaya malam hari ia bisa melek bekerja lagi. Pukul 19.30, ia kembali ke kantornya sampai larut malam. Kadang sampai pukul dua dini hari.

Pribadinya yang sederhana mewakili kerinduan banyak orang akan kehadiran pejabat bersih, yang makin langka di negeri keempat paling korup di dunia ini.

Tak seperti para petinggi Republik yang tiba-tiba saja kebanjiran "hibah" semasa menjabat, Lopa mesti menabung sen demi sen gajinya untuk merenovasi rumah sederhananya di pinggiran Kota Makassar, di Jalan Merdeka 4. Salah satu tabungannya adalah sebuah celengan berisi uang receh. Abraham Samad, pengacara Ketua Komite Antikorupsi Sulawesi Selatan, bercerita pernah melihat Lopa membuka sejumlah celengannya. Ternyata uang itu belum cukup untuk membeli balok kayu dan batu. "Terpaksa pembangunan rumahnya ditunda dulu," tuturnya mengenang. Padahal, ketika itu Lopa telah menjabat sebagai Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan (Dirjen Lapas).

Selain dari gaji, ia punya mata pencaharian lain. Bukan menjadi konsultan atau komisaris perusahaan konglomerat, melainkan membuka wartel dengan lima bilik telepon dan penyewaan playstation di samping rumahnya di Pondokbambu, Jakarta. Ia juga rajin menulis kolom di berbagai majalah dan harian. Ia terang-terangan mengakui, itu caranya menambah penghasilan dari keringat sendiri.

Tiga minggu lalu, ia menelepon redaksi majalah ini, menanyakan kolom yang ia kirim tapi belum dimuat TEMPO. Redaksi memang nyaris menolak kolom itu. Alasan kami, kolom itu aneh, Lopa tiba-tiba menulis soal narkoba. Isinya juga biasa saja. Kami bisa saja menolaknya, tapi kami tahu persis Lopa sering perlu uang untuk bertahan dengan kejujurannya. Akhirnya, redaksi sepakat menugasi redaktur kolom mewawancarai Lopa dan menambah "kedalaman" kolom itu. Jumat siang, 15 Juni, justru ia yang menelepon kami. "Apa yang mau kau tanyakan?" katanya. Lalu, wawancara berlangsung setengah jam dengan redaktur kolom Diah Purnomowati. "Nah, kau tambah-tambah sendirilah," katanya waktu itu. Kolom narkoba itu kami muat di edisi 17, akhir Juni lalu. Ketika reporter TEMPO Setiyardi mendatanginya untuk wawancara setelah kejadian itu, Lopa punya penjelasan menarik mengapa ia mendadak menulis narkoba: "Biar orang tahu Jaksa Agung juga paham soal-soal anak muda." Ternyata, itulah kolom terakhirnya.

Honor ratusan ribu dari menulis kolom inilah yang sering diandalkannya untuk memperbaiki ini dan itu di rumahnya. Di tempat tinggalnya itu, listrik sering anjlok dan padam kalau setrika, TV, dan kulkas dinyalakan bersama-sama.

Reporter Setiyardi punya pengalaman unik. Tepat sehari setelah Lopa dilantik sebagai Menteri Kehakiman, Koran Tempo membuat karikatur dirinya di rubrik Portal-karikatur di pojok kiri bawah Koran Tempo. Dalam karikatur itu digambarkan Lopa bagai gladiator yang siap menusuk lawannya, cuma pedangnya bengkok dan mengerut. Sebuah sindiran yang "kena" untuk melukiskan kekhawatiran orang bahwa ia "dipasang" Presiden Abdurrahman sebagai alat politik kekuasaan. Karikatur itu mengadopsi gaya (dan busana Romawi) aktor Russel Crowe dalam film Gladiator. Nah, begitu Setiyardi datang ke rumah Lopa, sang tuan rumah bertanya dengan wajah kencang, "Siapa yang gambar saya begini?" Setiyardi agak gugup, ia khawatir Lopa marah dan wawancara gagal. Maka, ia menjawab, "Wah, itu teman-teman di koran, Pak." Ternyata, Lopa malah bilang, "Ini bagus sekali. Tolong kau bikin besar buat saya, baru kau boleh wawancara." Desainer Koran Tempo akhirnya mencetak karikatur itu dalam ukuran besar dan membingkainya. Sampai sekarang, karikatur Koran Tempo Edisi 4 April 2001 itu terpajang di ruang tengah rumahnya.

Kisah pengusaha Jusuf Kalla memperlihatkan Lopa bukan tipe pejabat yang doyan meminta upeti, apalagi "memeras" kiri-kanan. Suatu hari, pengusaha pemegang agen tunggal Toyota di kawasan timur Indonesia ini di- telepon Lopa. Ia mau membeli mobil. Di benak Jusuf, sebagai Dirjen Lapas, Lopa pasti mau sedan kelas satu. Toyota Crown ia tawarkan. Tapi Lopa malah setengah menjerit mendengar harganya, yang sekitar Rp 100 juta itu. "Mahal sekali. Ada yang murah?" kata Lopa. Cressida seharga Rp 60 juta pun masih dianggap mahal. Akhirnya, Jusuf menyodorkan Corona senilai Rp 30 juta. Harganya tak ia sebutkan, karena ia berniat memberikannya untuk Lopa. "Begini saja. Tidak usah bicara harga. Bapak kan perlu mobil. Dan jangan khawatir, saya tidak ada hubungan bisnis dengan lembaga pemasyarakatan. Saya kirim mobil itu besok ke Jakarta," kata Jusuf. Lopa kontan menolak. Yang lucu, malah Jusuf si penjual yang sampai menawar harga. "Begini saja. Saya kan pemilik mobil, jadi terserah saya mau jual berapa. Saya mau jual mobil itu Rp 5 juta saja." Lopa masih menolak, "Jangan begitu. Kau harus jual dengan harga sama seperti ke orang lain. Tapi kasih diskon, nanti saya cicil. Tapi jangan kau tagih." Akhirnya, tawar-menawar aneh itu mencapai kata sepakat juga. Lopa akan membelinya Rp 25 juta. Uang muka sebesar Rp 5 juta langsung dibayar Lopa, diantar dalam bungkusan koran bekas. Selebihnya, betul-betul dicicil sampai lunas selama tiga tahun empat bulan. "Kadang-kadang dibayar Rp 500 ribu, kadang-kadang sejuta," tutur Jusuf Kalla, mengenang. 
Lopa juga seorang yang selalu ingat teman di kala susah. Ada cerita tatkala Lopa menjabat Dirjen Lembaga Pemasyarakatan (1988-1995). Ketika wartawan Kompas di Jakarta, Abun Sanda, diberitakan kecurian di rumahnya, Lopa segera meneleponnya. "Wah, saya baca kau kecurian. Saya sedih dan susah juga dengar itu." Beberapa hari kemudian, Abun bertemu lagi dengan Dirjen Lembaga Pemasyarakatan itu untuk sebuah wawancara. "Abun, sudah tiga hari saya siapkan ini. Saya pikir ini bisa meringankan sedikit kesusahanmu. Ini pemberian dari orang tua kepada anaknya. Tak ada hubungannya dengan dunia kewartawananmu. Kau sedang di rantau, saya juga orang rantau." Abun Sanda berpikir keras, apa yang mau diberikan Lopa kepadanya. Ternyata, "Ini ada enam gelas untuk minum. Saya beli sendiri di supermarket," kata Lopa. Abun akhirnya menerima bingkisan itu karena tak mungkin menolak pemberian setulus itu. Ia amat meyakini, pemberian Lopa itu tentu tanpa pamrih dan benar-benar bagian dari kesederhanaan hidupnya yang terlalu sulit dijalankan oleh siapa pun.

Ia memang figur yang apa adanya. Ia pun selalu berpenampilan seadanya. Selepas magrib, di kantornya ia cuma bersandal jepit, mengenakan kain sarung, baju koko, dan songkok hitam yang selalu miring ke kanan-ala imam masjid di kampung-kampung suku Mandar.

Dalam sebuah wawancara khusus dengan mingguan ini, ia bahkan cuma mengenakan singlet putih. Menu makannya juga bukan buffet di hotel berbintang lima seperti pejabat kebanyakan. Suatu waktu, majalah ini tengah menunggunya untuk sebuah wawancara. Lopa masih ikut rapat di dalam. Hari sudah larut malam, TEMPO pun pamit sebentar untuk makan malam dulu. Lopa langsung menukas, "Oh, kau belum makan? Bagaimana kalau makan malamku kita bagi dua," katanya serius, sambil menunjuk piring berisi nasi bungkus dengan lauk ikan laut goreng.

Pernah sekali waktu, ketika menjadi Dirjen Lapas, Lopa berkunjung ke Makassar. Sebelum salat Jumat, ia menitipkan tasnya. Tak banyak isinya, tapi ada sebuah tonjolan. "Ini pasti pistol," pikir yang dititipi tas. Usai sembahyang, Lopa membuka tasnya. Ternyata itu cuma bekal kesukaannya: pisang rebus.

Yang juga melegenda adalah sikapnya yang sangat keras dalam urusan penggunaan fasilitas dinas. Jangankan tiba-tiba jadi pengusaha dengan segala fasilitas dan katebelece sang ayah, tujuh anak Lopa, bahkan juga istrinya, Indrawulan, ia larang menggunakan mobil dinasnya. Di Makassar, semasa menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sul-Sel, warga terbiasa melihat mereka berangkat ke pasar dan kampus dengan pete-pete (angkutan kota).

Sikap keras itu juga yang ia berlakukan untuk dirinya sendiri. Pada suatu Minggu di tahun 1983, Lopa sang Kepala Kejaksaan Tinggi Sul-Sel diundang menjadi saksi pernikahan. Tuan rumah, Riri Amin Daud, yang juga kerabatnya, dan pagar ayu telah menunggu kedatangan tamu amat terhormat ini. Lama ditunggu, mobil dinas berpelat DD-3 tak kunjung muncul. Tahu-tahu suara Lopa sudah terdengar dari dalam rumah. Rupanya, ia bersama istrinya datang dengan pete-pete. "Ini hari Minggu, ini juga bukan acara dinas. Jadi, saya tak boleh datang dengan mobil kantor," ia menjelaskan.

Bahkan telepon dinas di rumahnya selalu ia kunci. Lopa melarang istri ataupun anak-anaknya menggunakannya. Semasa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sul-Sel, ia sampai memasang telepon koin di rumah jabatannya untuk memilah tagihan.

Aisyah, salah satu putrinya, juga punya pengalaman unik. Pada 1984, ia menjadi panitia sebuah seminar di kampusnya, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Kekurangan kursi, Aisyah datang ke kantor ayahnya untuk meminjam kursi di aula Kejaksaan Tinggi Sul-Sel. Sebagai jawabannya, Lopa menarik salah satu kursi lipat dan memperlihatkan tulisan di baliknya. "Ini, baca. Barang inventaris Kejaksaan Tinggi Sul-Sel, bukan inventaris Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Jelas toh, ini milik kejaksaan dan tidak bisa dipinjamkan," kata Lopa.

Segala kesederhanaan itu jelas bukan karena Lopa hidup melarat. Ia mencatatkan kekayaan pribadinya senilai Rp 1,9 miliar dan simpanan US$ 20 ribu. Ia juga terlahir dari keluarga terpandang. Di tubuhnya mengalir darah Mara'dia (bangsawan Mandar). Kakeknya, Mandawari, adalah Raja Balangnipa-kerajaan besar di Mandar-yang sangat dicintai rakyatnya dan juga hidup sederhana. Sudah sejak usia 25 tahun ia menjadi pejabat. Ketika itu, ia diminta Panglima Komando Distrik Militer XIV Hasanuddin, Kolonel M. Jusuf, menjadi Bupati Majene. Ia dipilih karena dianggap sanggup melawan pemberontakan Andi Selle pada tahun 1960. Selain menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di empat provinsi-Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan Ternate-doktor lulusan Universitas Diponegoro ini juga tercatat sebagai guru besar hukum di Universitas Ha- sanuddin.

Pendiriannya itu, kata Lopa kepada TEMPO ketika itu, karena ia berpegang pada ajaran agama. Salah satunya dari sebuah hadis Nabi yang berbunyi, "Sekalipun anakku Fatimah, kalau ia mencuri, kupotong tangannya." Juga dari sebuah peristiwa tragis di Mandar ketika ia masih kanak-kanak. Di pengujung tahun 1930, di Balangnipa terjadi sebuah pembunuhan oleh seorang pemuda. Menurut hukum adat, ia harus diganjar hukuman mati. Nyawanya cuma bisa diselamatkan jika semua pabbicara (pemuka adat) setuju memberi keringanan. Enam dari tujuh pabbicara setuju meringankan hukuman. Cuma ada seorang yang bersikukuh menjatuhkan hukuman mati. Dia adalah Ketua Dewan Adat. Maka, hukuman mati pun dijatuhkan. Sang pemuda meregang nyawa di atas pangkuan sang Ketua Dewan Adat. Tak lain, ia adalah ibu kandung si pemuda sendiri. Kisah ini begitu tertanam di benak Lopa. ''Saya amat terkesan dengan kisah itu, bahwa penegakan hukum tak boleh terhalangi sekalipun karena alasan hubungan darah,'' kata Lopa di banyak kesempatan.

Bob Hasan adalah salah satu pesakitan yang merasakan tangan keras Lopa. Si Raja Hutan ini tanpa ampun langsung di-Nusakambangan-kan tak lama setelah Lopa dilantik menjadi Menteri Kehakiman pada 8 Februari lalu.

Semasa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sul-Sel (1982-1986), "korbannya" adalah Tony Gozal, seorang pengusaha kaya dan salah satu "orang kuat Sul-Sel". Tekanan dari segala penjuru tak digubrisnya. Tony ia jebloskan ke penjara dalam kasus penyelewengan tanah milik pemerintah daerah. Tengah gencar-gencarnya memeriksa Tony, Presiden Soeharto bersama Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew bertemu di Makassar. Tempatnya tak lain di Hotel Makassar Golden, hotel termewah di Sul-Sel milik Tony. Lopa ikut menjemput Soeharto dan Lee di Bandara Hasanuddin. Tapi ia menolak mengantar sampai ke hotel dan tak mau datang ke jamuan makan malam yang dihadiri semua pejabat Sulawesi. "Tidak baik saya ke situ. Apa kata orang kalau saya datang ke hotel yang sedang saya sidik," kata Lopa. Tony divonis bersalah dan meringkuk di Penjara Gunungsari. Buntutnya, Lopa terpental. Pada 1986, ia dimutasi menjadi staf ahli Menteri Kehakiman.

Lopa adalah seorang muslim taat. Ia adalah Ketua Yayasan Masjid Al-Hidayah, masjid dekat rumahnya di Jakarta. Daniel Dawam, seorang pengurus masjid, berkisah suatu saat masjid ini akan direnovasi. Panitia kebingungan mencari dana. Mendengar itu, Lopa, ketika itu telah menjabat Dirjen Lapas, langsung turun tangan. Selepas salat isya, map formulir sumbangan langsung ia edarkan sendiri dari pintu ke pintu. "Dalam tiga bulan, Pak Lopa mengumpulkan Rp 250 juta untuk pembangunan masjid," Dawam mengenang.

Tapi ada dua hal yang merisaukannya: terlihat tua dan merengut. Karena itulah, usai diwawancarai mingguan ini, ia ngotot mengajak wartawan TEMPO mampir dulu ke rumahnya untuk mengambil foto favoritnya. Ini foto saat ia dilantik sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Di situ Lopa memang terlihat lebih muda dengan senyum yang mengembang. "Saya ingin orang melihat saya sedang tersenyum," kata Lopa. Ia tak begitu peduli soal kesehatannya. Rokok kesayangannya, Dunhill filter, tak lepas dari jarinya. Ketika ditanya TEMPO soal kesehatannya, ia cuma menyeringai sambil berkata, "Sudahlah, tak usah bicara soal kesehatan. Nyawa manusia sudah ada yang mengatur." Dan Tuhan telah mengaturkan sebuah kematian yang amat mulia buatnya. 
 
Karaniya Dharmasaputra, Tomi Lebang, Setiyardi (Jakarta),
Syarif Amir (Makassar)

----oo0oo----

 “ … Saya teringat suara masa ketika saya masih menjabat Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), saat itu Baharuddin Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, dan salah seorang putrinya adalah mahasiswa saya. Suatu ketika mahasiswa Fakultas Hukum Unhas akan menyelenggarakan suatu acara, dan kesulitan biaya. Tiba-tiba saya teringat dengan sejumlah kursi lipat inventaris yang pernah saya lihat di halaman belakang rumah jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi, dan saya minta putrinya meminjam kursi-kursi itu, agar biaya yang sedianya untuk menyewa kursi dapat dihemat.

Apa yang terjadi? Si putri datang menyampaikan kepada saya bahwa ayahnya, Baharuddin Lopa, menyatakan, kursi itu inventaris Kejaksaan dan hanya dapat digunakan untuk kepentingan Kejaksaan. Beberapa hari setelah itu, saya bertemu Baharuddin Lopa, dan beliau langsung mengajak saya duduk berdua. Baharuddin Lopa menyampaikan kepada saya bahwa kita harus dapat memisahkan urusan kantor dengan urusan pribadi. Bagi beliau, barang inventaris kantor tidak bisa dipinjamkan di luar kantor.

Baharuddin Lopa juga menasihati para mahasiswa panitia acara tersebut, untuk membiasakan membuat acara sesederhana mungkin, karena jika sudah terbiasa sejak mahasiswa, ketika menjadi pejabat tinggi akan semakin menjadi-jadi "nafsu mau dikata".

Dikatakan kepada saya dan para mahasiswa itu, jika suatu saat kalian menjadi pejabat tinggi, jangan memaksakan keadaan dan juga jangan menggunakan ajimumpung, yaitu mumpung banyak sosok yang berkepentingan yang ramai-ramai mau menyumbang. Jangan pula meminta sumbangan atau menerima sumbangan dari orang-orang yang secara tersirat maupun tersurat punya kepentingan dengan jabatan kita.

Yang tidak dapat saya lupakan ketika Baharuddin Lopa memberi contoh: "Jika Saudara kebetulan pejabat tinggi, dan membuat pesta perkawinan anak Saudara, lihatlah, niscaya tak terhingga orang-orang yang berkepentingan datang tanpa diminta mengulurkan bantuan atau sumbangannya. Sekali Saudara menerima sumbangannya itu, berarti Saudara telah menggadaikan integritas jabatan dan pribadi Saudara."

Tentu yang dimaksud Baharudddin Lopa adalah jika seorang petinggi Kejaksaan atau petinggi pengadilan mengawinkan anaknya, pasti para "pengacara hitam" berebut untuk memberikan sumbangan demi semaraknya pesta sang petinggi itu. Yang bagi Baharuddin Lopa harus secara tegas ditolaknya.

Masih ketika Baharuddin Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, mobilnya yang dibawa oleh sopirnya ke pompa bensin, diisikan bensin penuh oleh seseorang yang mengaku mengenal bahwa mobil itu adalah mobil Kepala Kejaksaan Tinggi. Ketika si sopir melaporkan hal itu kepada Baharuddin Lopa, spontan Baharuddin Lopa memerintahkan menyedot keluar bensin pemberian tadi dan mengembalikan kepada orangnya dengan ucapan terima kasih dan maaf. … “ 
“Jaksa Agung dan Kemewahan”, Achmad Ali Guru Besar Hukum Universitas Hasanuddin Makassar,
 
----oo0oo----


HARI Selasa tiga pekan lalu, jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.50. Ajudan Jaksa Agung Prof Baharuddin Lopa, Enang Supriyadi Syamsi, tampak gelisah. Ia melihat Prof Lopa belum menunjukkan tanda-tanda akan menyudahi pekerjaannya. Jaksa Agung masih menekuni sejumlah berkas, ditemani beberapa penasihat ahli dan jaksa senior.

"Bukan apa-apa, besok pagi Pak Lopa sudah mesti menerima sejumlah tamu dan membahas beberapa perkara dengan beberapa jaksa. Siangnya ke istana, sore balik ke sini untuk membahas sejumlah berkas perkara. Malam hari rapat. Ada rapat penting lagi. Kalau pulang telat begini, kapan beliau istirahat?" ujar Enang kepada Kompas dengan nada masygul.

Keseharian Lopa, sejak dilantik menjadi Jaksa Agung awal Juni lalu, memang seperti itu, pulang pukul 23.00. Ibarat atlet atletik, ia adalah sprinter, pelari cepat. Para stafnya di Kejaksaan Agung (Kejagung) tentu saja dibuat terengah-engah oleh tempo tinggi yang ia kembangkan. Ritme yang sama ia terapkan ketika menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Februari-Juni 2001.

Dalam percakapan dengan Kompas pada beberapa kesempatan, Lopa mengakui terus terang bahwa ia sempat mengidamkan jabatan Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman, 17 tahun silam, tatkala masih menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Tujuannya semata-mata adalah untuk membereskan dunia hukum.

Akan tetapi, pemerintahan Soeharto (1967-1998) agaknya "takut" memanfaatkan Lopa. Begitu pula dengan BJ Babibie (1998-1999), enggan memilih Lopa. Habibie merasa lebih baik menggunakan tenaga Lopa sebagai Duta Besar di Arab Saudi. Baru pada era Presiden Abdurrahman Wahid, tenaganya dimanfaatkan. Namun, penggunaan tenaga Lopa baru dilakukan ketika pemerintahan Abdurrahman Wahid terjepit oleh krisis integritas dan kepercayaan publik.

Maka, ketika jadi Jaksa Agung, Lopa mengatakan, ia langsung tancap gas guna memberikan segala kemampuannya untuk menegakkan hukum. "Saya sempat enam kali masuk nominasi Jaksa Agung, tetapi tidak pernah jadi. Sekarang saya jadi Jaksa Agung. Meski mungkin waktunya sangat pendek, saya hendak berikan yang terbaik," kata Lopa, suatu waktu di ruang kerjanya.

Lopa menuturkan, ia tidak mempunyai alternatif lain kecuali menggunakan kecepatan tinggi. Kejahatan pidana korupsi dan kejahatan pidana lainnya sudah demikian menumpuk sehingga harus diantisipasi dengan kecepatan dan kecermatan. Rakyat sudah demikian lama merindukan keadilan, mendambakan penegakan hukum. Oleh karena itu, segenap kekuatan jaksa harus dikerahkan untuk memenuhi asa itu. Ia tidak terlampau menghiraukan, apakah stamina para jaksa cukup kuat.

Tingginya tempo yang dimainkan Lopa boleh jadi menjadi salah satu faktor turunnya kondisi kesehatannya. Ia mati-matian bekerja. Ia mengabaikan olahraga. Ia sempat tak hirau pada kesehatan, dan acap kali telat makan. Penyakit gula dan gangguan jantung yang belum lama ini ia idap, rupanya mulai mengganggunya.

Pada saat yang berbarengan, ia berada dalam pressure yang amat kuat. Ia hendak menegakkan hukum, dan jalan tanpa kompromi. Siapa pun yang bersalah ia sikat. Akibatnya, orang-orang yang merasa terancam oleh gerakan Lopa melobi kalangan tertentu yang bisa menekan Lopa dengan jalan kekuasaan.

Dalam beberapa kesempatan berada di ruang kerjanya, Kompas mendengar ia menerima telepon dari beberapa pejabat teras negeri ini. Lopa tampak berdebat dan kukuh pada pendiriannya. Ia memang tidak bisa digoyang, tetapi pressure keras yang datang terus-menerus, termasuk sinisme media massa yang mempertanyakan apakah ia bisa berbuat banyak dalam tempo singkat, membuat Lopa lelah.

***

TEMA besar lain yang ia ketengahkan adalah soal integritas dan pengabdian jaksa. Ia memperingatkan para jaksa agar tidak menerima apa pun dari tersangka, terdakwa, atau para broker. Tidak hanya sampai di sini, ia memerlukan memasang iklan di media massa yang intinya menegaskan tak seorang jaksa pun dibolehkan menerima apalagi meminta apa pun dari tersangka, terdakwa, atau broker.

Tidak ada seorang jaksa pun yang merasa berhak mencibir sikap tersebut. Sebab, Lopa adalah teladan yang paling pas untuk urusan integritas. Para bawahannya sangat tahu, betapa jujur dan sederhana pria kelahiran Mandar, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935, itu.

Lopa sudah dua kali duduk di kabinet, tetapi ia tidak menempati rumah dinas menteri. Ia memilih tetap tinggal di Pondok Bambu (Jakarta Timur), rumah sangat sederhana yang ia cicil bertahun-tahun. Tidak ada perabotan mewah di rumah yang berbatasan langsung dengan Rumah Tahanan Pondok Bambu itu. Satu-satunya yang menonjol ialah adanya sebuah warung telepon yang dibuka keluarga Lopa.

Setelah masuk kabinet pun, ia tidak berubah. Beli rokok, misalnya, kerap ia lakukan sendiri, dengan bersandal dan mengenakan sarung Bugis. Ia pun tetap menyantap makanan kesukaannya, misalnya nasi Padang, coto Makassar, sop konro dan sebagainya. Makanan mewah dari restoran atau hotel bintang lima hampir tidak pernah singgah di meja makannya.

Pengusaha, yang juga mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan HM Jusuf Kalla, punya banyak cerita ihwal kejujuran Lopa. Tahun 1980-an di Makassar, misalnya, tatkala masih menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Lopa datang ke kantornya untuk membeli mobil Toyota.

"Pak Lopa bertanya berapa harganya, saya sebut sekian juta. Saya polos-polos saja berkata, setiap pembelian mobil bisa didiskon. Ia bertanya berapa diskon yang wajar. Saya katakan tiga persen. Namun, atas nama pertemanan, saya beri diskon 70 persen. Ia kontan menolak. Lho, saya katakan, saya penjual mobil dan mobil itu milik saya. Mau saya kasih diskon 70 persen, 80 persen, atau bahkan 90 persen, itu urusan saya. Almarhum menolak dan tetap ngotot minta diskon wajar, tiga persen. Saya tidak bisa apa-apa kecuali mengatakan iya," katanya.

***

DALAM urusan dinas atau penegakan hukum, almarhum memang dikenal amat keras, dan konsisten. Ia tidak mau menerima tamu-meski tamu itu sahabat baiknya-kalau ia tahu tamu itu datang bicara perkara yang tengah berjalan. Kepada aparatnya, ia juga berlaku ekstra keras. Ia bahkan sampai "menginterogasi" pejabat eselon satu yang diduganya "bermain" dalam suatu perkara.

Sikapnya ini yang mungkin membuat ia kadang kala tampak kesepian. Teman-teman dekatnya acap kikuk berdekatan dengannya. Akan tetapi, apakah ia benar-benar kesepian? Jawabannya segera ditemukan tatkala berita bahwa ia meninggal dunia disiarkan media massa. Masyarakat dari semua golongan dan etnis merasa kehilangan. Sejumlah orang yang selama ini menunjukkan sikap berseberangan ikut meratapi kepergiannya.

Mestinya, kata advokat OC Kaligis, Kejaksaan Agung merasa sangat kehilangan luar biasa atas kepergian orang besarnya. "Saya usulkan, Kejaksaan Agung memasang patung Pak Lopa di halaman Kejagung. Ini agar semua orang tahu bahwa Kejaksaan Agung pernah mempunyai orang sehebat dan sebersih Lopa," kata Kaligis.

"Seorang mahasiswi UI sampai menangis ketika menyampaikan duka citanya atas kepergian Lopa," tutur penasihat ahli Jaksa Agung, Prof Achmad Ali.

Titin Dewi, seorang pegawai public relations di Jakarta, dengan emosional menyatakan, ketika Lopa diangkat menjadi Jaksa Agung, ia seperti merasa bahwa bangsa Indonesia yang tengah dipeluk kegelapan seperti mendapat penerangan. "Akan tetapi, penerangan itu kini padam lagi, sungguh menyedihkan," katanya.

Bangsa ini memang kehilangan penerangan ketika Lopa berpulang. Pak Lopa, selamat jalan. (Abun Sanda)
---Obituari
Dan, Lampu Itu Pun Redup...

HOMEPAGE: Mailing List & Database Center -
 


----oo0oo----
 “ … Rumah Sederhana

Suasana duka mendalam tak hanya terjadi di Jakarta. Tapi juga di rumah miliknya di jalan Kumala Merdeka 4 Makassar. Puluhan sanak keluarga dan warga setempat mendatangi rumah sederhana yang berada di lorong sempit. Mereka yang datang sebagian hanya kebagian berdiri di halaman dan jalan setapak karena tidak muat di rumah yang dicicilnya pada 1964 tersebut.

Di ruang tamu berbentuk "L" terdapat dua sofa yang sudah termakan usia. Keduanya dibeli almarhum pada tahun 1985 ketika menjabat Kepala kejaksaan Negeri di Ternate, Maluku Utara. Pada dinding terdapat foto-foto keluarga dan satu buah lukisan dan bufet yang berisikan beberapa buah keramik dan kipas angin kecil yang sudah rusak.

Siapapun yang melihat rumah tersebut, tidak akan menyangka bahwa itu milik seorang pejabat tinggi negara. Tidak seperti rumah mewah bernilai miliaran rupiah yang dimiliki kebanyakan pejabat tinggi di Sulawesi Selatan.

Rumah tersebut dijaga saudara kandung Baharuddin, Nurlia Lopa yang bekerja di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan. Setiap ke Makassar, Lopa tinggal di rumah ini berkumpul bersama saudara-saudaranya, sebelum mereka mudik ke dusun Pambusuang.

Di Dusun itu kedua orang tua Lopa, Haji Lopa dan Hajjah Samarinna, dimakamkan. Di sana juga masih tertinggal rumah panggung tempat Lopa dilahirkan. Rumah sederhana itu sejak puluhan tahun silam, belum pernah direnovasi.

Namun dalam hidup penuh kesederhanaan tersebut, Baharuddin Lopa berhasil membangun tiga buah Masjid di dusun tersebut. Lopa sebenarnya punya rencana mendirikan Pesantren. Namun niatnya itu belum terwujud hingga ia menghembuskan nafas terakhir.

Buah Bibir di Makassar

Berita meninggalnya Prof Dr H Baharuddin Lopa begitu mengagetkan warga Makassar. Calon Gubernur di provinsi tersebut kembali menjadi buah bibir semua kalangan di Makassar. Mulai pejabat hingga pekerja bangunan dan tukang becak, buruh pelabuhan, mandor, tukang batu sampai pengangguran menyatakan duka yang mendalam.

Perbincangan itu berlangsung di warung-warung kopi, di pojok-pojok jalan atau dibawah pohon dan tempat-tempat lainnya. Masyarakat Makassar sangat mengenal Lopa tidak saja saat menduduki jabatan Jaksa Agung, tapi sejak menjadi Jaksa Tinggi di Sulawesi Selatan. Terlebih saat berhasil menjebloskan seorang pengusaha kondang di Sulawesi Selatan yang waktu itu dikenal sebagai orang kebal hukum, Tony Gozal.

Coba kita ikuti perbincangan di warung kopi di Jalan Veteran Utara Makassar. "Kita semua jujur mengakui bahwa kepergian Pak Lopa merupakan kehilangan besar bagi kita semua, sebab sukar menemukan penegak hukum seperti almarhum," kata Zainullah (35) seorang mandor bangunan.

Seorang pengunjung warung kopi lainnya, Borahima (35) mengakui bahwa dirinya sangat mengagumi Baharuddin Lopa, karena berani menegakan hukum tanpa pantang bulu.

"Kalau yang lainnya hanya berani menghukum orang-orang kecil yang tidak punya becking, sedangkan Pak Lopa berani menghukum siapa saja yang bersalah, biar itu orang besar punya pangkat tinggi," kata Borahima.

Seorang lainnya yang sehari-harinya menjadi tukang becak menimpali. "Meskipun berani menindak para koruptor kakap, namun sulit baginya untuk berhasil karena hanya berjuang sendiri," katanya.

Warung kopi diberbagai sudut jalan di kota Makassar yang buka sejak dini hari merupakan tempat mengaso warga kota Makassar. Sekaligus dijadikan tempat melakukan perbincangan dari segala macam persoalan termasuk masalah politik. Kemarin pojok gosip itu menjadikan Lopa "Sang Pendekar Hukum" sebagai topik.

Ajudan Lopa Tahun 70

Lopa adalah figur jaksa Penuntut Umum yang konsisten. Bukan baru-baru ini, semasa menjabat Jaksa Agung yang hanya diembannya satu bulan tiga hari, tapi sejak awal menjejakan kakinya di kursi penuntut umum.

Coba kita dengarkan penuturan Drs Pariama Mbyo SH. Ia adalah ajudan Lopa saat menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara tahun 1968-1970.

"Begitu mendengar Pak Lopa meninggal di Arab Saudi tadi malam, saya langsung menitikan air mata. Semua yang saya alami saat menjadi ajudan beliau teringat kembali," kata Pariama kepada ANTARA di Kendari, kemarin siang.

Sebagai ajudan, Pariama yang kini menjabat Kepala Bagian Keuangan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, banyak mengetahui kepribadian dan apa saja yang dilakukan almarhun saat itu, baik saat berada di kantor maupun di luar.

Dalam urusan dinas, menurut Pariama, Lopa adalah sosok jaksa yang sulit dicari tandingannya. "Ia sangat jujur, konsisten dan tegas, terutama yang terkait dengan penegakkan hukum," katanya.

Dalam menegakkan hukum, ia tak mengenal saudara, teman atau pangkat/kekayaan seseorang. Sikap itu terlihat saat mengusut kasus pengadaan fiktif kitab suci Alqur'an senilai Rp 2 juta yang melibatkan Kepala Kanwil Agama Sulawesi Tenggara KH Badawi.

"Pak Lopa dengan Pak KH Badawi saat itu berteman akrab. Hampir setiap malam Jumat saya disuruh menjemput Pak KH Badawi untuk baca doa selamat di rumah Pak Lopa," katanya.

Tetapi ketika KH Badawi diduga terlibat kasus pengadaan fiktif kitab suci tersebut, Lopa tidak mau kompromi. Ia langsung memprosesnya. Meskipun KH Badawi berkali-kali memohon kepadanya agar tidak memproses kasus tersebut.

Menurut Pariama, Kajati pertama di provinsi itu juga sangat alergi terhadap hadiah dalam bentuk apapun. Baik yang diberikan oleh pejabat bawahannya maupun pejabat pemerintah lain juga kalangan pengusaha.

Setiap diberi hadiah, selalu ditolaknya dengan halus. "Ia selalu mengatakan kepada si-pemberi hadiah bahwa dirinya tidak perlu diberi hadiah karena ia memiliki gaji. Yang perlu diberi hadiah adalah rakyat yang susah," katanya.

Pernah Gubernur Sulawesi Tenggara, waktu itu H Edi Sabara, memberikan hadiah Rp 100.000 (seratus ribu rupiah pada awal tahun 70-an tentu sangat besar). "Uang tersebut tidak diambil, tapi menyuruh saya untuk menyerahkannya kepada panti Jompo di Lepo-Lepo Kendari," ujar Pariama.

Dalam kehidupan sehari-hari, Lopa juga sangat sederhana. Waktu itu ia hanya memakai pakaian dinas dan kemeja batik yang itu-itu saja. Makanan sehari-hari yang menjadi hobinya adalah nasi, ikan lure (teri) dan sayur daun singkong.

Kalau istrinya ke pasar, tidak boleh menggunakan kendaraan dinas dengan alasan ke pasar itu bukan untuk urusan dinas tapi untuk urusan pribadi.

Terhadap karyawannya Lopa juga penuh perhatian. "Setiap keluar dari ruang kerjanya langsung ke ruangan kepegawaian dan menanyakan kepada kepala kepegawaian, siapa yang mau naik pangkat atau gaji dan kalau ada segera ia menandatangani berkasnya," katanya.

Tapi kalau ada karyawan yang bersalah pasti dimemarahi habis. "Tapi segera dimaafkannya kalau yang bersangkutan minta maaf," katanya. "Sebagai ajudan waktu itu, saya sering mengalaminya," ujar Pariama.

Lopa juga seorang pengarang. Di kala santai dan tiba-tiba muncul ide di pikirannya, ia langsung menyuruh ajudannya untuk menulis semua yang diucapkannya hingga kemudian menjadi sebuah buku.

Saat bertugas di Kendari, Lopa sempat menulis beberapa buku diantaranya, "Cara-Cara Memberantas Komunis di Sulawesi Tenggara" . Sedangkan saat menjadi Kajati Sulawesi Selatan, diantaranya, ia menulis buku tentang "Bahaya Komunis dan Demokrasi Kita."

Lopa juga banyak menciptakan kata-kata mutiara yang kemudian diajarkan kepada bawahannya. Misalnya, yang masih diingat Pariama, "Janganlah takut menegakkan hukum dan jangan takut mati demi menegakkan hukum."

Kata-kata mutiara ciptannya itu masih diingat oleh anak buahnya selama lebih 30 tahun. Dan kini Lopa "Mati saat meneggakan hukum" yang saat ini masih seperti benang basah itu. Kata-kata mutiaranya masih sangat relevan. Dan menjadi tugas bagi aparat kejaksaan yang ditinggalkannya.

Bangsa Indonesia kehilangan salah seorang putera terbaiknya. "Segala kehormatan akan diberikan kepada Pak Lopa, karena beliau meninggal dalam menunaikan tugas," kata Alwi Shihab. [Dh, Ant]
[ "Selamat Jalan Pendekar", GATRA


----oo0oo----

Baharudin Lopa

Kinasih's Room | 2004/12/17 06:11

Baharudin Lopa, sosok jujur yang langka dinegeri ini telah meninggalkan negara tercinta dan kita semua, sebelum Beliau dapat lebih banyak lagi mengajarkan kepada kita tentang kesederhanaan dan kejujuran. LOPA bahkan ketika menjabat Jaksa Agung pun masih KREDIT MOBIL KIJANG untuk kendaraan pribadinya.

Ingin aku ceritakan kepada Anda sebuah kisah kejujuran dari seorang LOPA. Ketika itu sehabis memberikan ceramah dan pidatonya di hadapan Mahasiswa Makassar, LOPA diantar ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Didalam perjalanan, mereka asyik mengobrol dan tentu saja tidak lupa sambil menikmati kebiasaan Beliau yang susah dihilangkan, MEROKOK!. Karena keasyikan mengobrol, LOPA dengan tidak sadar memasukan ke kantong bajunya KOREK API yang dia pinjam dari salah satu mahasiswa pengantarnya.

Dan Baharudin Lopa baru menyadari ketika sudah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Dengan tergesa-gesa Beliau mencari wartel itu dan interlokal ke Makasar untuk melacak KOREK API siapa tadi yang tanpa sengaja Beliau masukkan ke kantong bajunya. Setelah lama melacak akhirnya dapat ditemukan Mahasiswa yang mempunyai korek tersebut. Dan setelah si mahasiswa mengikhaskan korek api tersebut, barulah Baharudi Lopa berkenan meninggalkan wartel dan bandara itu untuk pulang ke rumahnya.

Berapa harga yang BELIAU keluarkan untuk interlokal ke Makasar tentu tidak sebanding dengan harga KOREK API yang tanpa sengaja terbawa itu. Subhanallah.Wallohu'alam.

Diceritakan oleh Emha Ainun Najib (Kenduri Cinta, 15 Desember 2004)
" ... Sejak menjabat Jaksa Agung, Lopa menggebrak dengan memburu tersangka kasus korupsi. Dia meminta tersangka kasus korupsi Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura untuk segera pulang ke Jakarta. Lopa juga memutuskan untuk melarang keluar negeri Marimutu Sinivasan.

Selain memburu konglomerat, Lopa juga sedang menyelidiki keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam berbagai kasus korupsi. Gebrakan Lopa itu sempat dinilai bernuansa politik oleh berbagai kalangan, namun Lopa tidak mundur. Bahkan, Lopa menjanjikan pemeriksaan akan terus dilanjutkan, kecuali kalau dia sudah tidak menjadi Jaksa Agung.

Sejak menjabat Jaksa Agung, 6 Juni 2001, menggantikan Marzuki Darusman, Lopa bekerja keras untuk memberantas korupsi. Dia bersama staf ahli Dr Andi Hamzah dan Prof Dr Achmad Ali dan staf lainnya, masih tampak di kantornya hingga pukul 23.00. ... "


----oo0oo----

Perginya Sang Pendekar Hukum

KALAUPUN esok langit akan runtuh, maka saya akan berusaha untuk menegakkan hukum. Negeri ini tidak akan pernah bisa sampai kepada cita-citanya untuk mencapai masyarakat adil dan makmur tanpa ada penegakan hukum. Itulah kata-kata yang diutarakan Prof Baharuddin Lopa ketika ditanya mengapa ia mau menerima jabatan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada sebuah pemerintahan yang sedang berada di ujung tanduk. Banyak orang yang mempertanyakan untuk apa Baharuddin Lopa mau mempertaruhkan nama baiknya pada sesuatu yang tidak pasti. Bahkan, ketika kemudian ia dipindahkan lagi untuk menempati jabatan sebagai Jaksa Agung, padahal Sidang Istimewa MPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden tinggal di depan mata.

Namun, itulah Baharuddin Lopa. Ia dilahirkan sebagai seorang pendekar hukum. Ia merasa berdosa apabila tidak memberikan sumbangsihnya untuk menegakkan hukum di negeri ini.

Tidak ada yang menyangsikan kejujuran dan komitmen seorang Lopa. Bahkan, di zaman Soeharto, ia berani melawan arus untuk menghantam segala sesuatu yang berbau KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Sayang Lopa hadir di waktu yang tidak tepat, di saat kondisi politik sama sekali tidak mendukung bagi dirinya untuk menegakkan hukum.

Ketulusan dan bahkan kenaifannya kadang dimanfaatkan oleh para politisi. Dalam suatu pertemuan dengan pemimpin redaksi surat kabar, Lopa baru sadar bahwa dirinya dimanfaatkan oleh pihak tertentu ketika ia diminta menemui pimpinan DPR untuk meminta agar DPR tidak mengeluarkan memorandum kepada Presiden.

Ia baru sadar kemudian ketika diingatkan bahwa tindakannya itu bisa dikategorikan sebagai contempt of parliament. Ia pun merasa ngeri ketika diingatkan peristiwa Magna Charta di mana eksekutif yang mencoba melampaui kewenangan parlemen kemudian dipancung kepalanya.

Namun, Lopa tidak merasa menyesal. Paling tidak ia merasa telah melakukan upaya terbaik untuk menghindarkan hal-hal yang tidak baik bagi negeri ini.

"Mungkin baik juga bahwa sayalah yang datang, karena menurut teman-teman di DPR, karena sayalah maka mereka mau menerima. Kalau bukan saya, mereka mengatakan, tidak mau menerima. Dan kalau sampai seorang menteri lain datang dan tidak diterima oleh DPR, bagaimana citra pemerintahan dan kabinet jadinya," kata Lopa ketika itu.


***
SEBAGAI seorang pendekar hukum, Lopa seorang yang apolitik. Ia mengakui bahwa dirinya tidak paham lika-liku politik dan ia tidak menutup diri bahwa dirinya kadang dimanfaatkan orang lain.

Ia merasa kecewa ketika muncul isu bahwa dirinyalah yang mengusulkan dikeluarkannya dekrit kepada Presiden. Menurut Lopa, tidaklah mungkin dirinya memberi usulan yang bertentangan dengan aturan hukum.

"Beberapa kali saya menulis di Kompas mengenai pentingnya penegakan hukum. Silakan periksa tulisan-tulisan saya. Bagi saya penegakan hukum tidak bisa ditawar-tawar lagi. Masa kemudian saya mengusulkan sebuah tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan hokum," kata Lopa.

Ia kemudian menjelaskan duduk perkara dari semua isu tersebut. Menurut Lopa, dirinya diminta pandangan hukum tentang kemungkinan Presiden mengeluarkan dekrit.

"Karena saya diminta, saya menyiapkan sebuah paper. Dalam paper itu saya jelaskan bahwa ada beberapa sistem pemerintahan di dunia ini. Saya jelaskan bahwa kepala pemerintahan dan parlemen bisa saling membubarkan apabila ada perbedaan pandangan. Namun itu berlaku pada negara-negara yang menerapkan sistem parlementer. Dalam sistem presidensial hal itu tidak dimungkinkan, karena kedudukan kepala pemerintahan dan parlemen sejajar," kata Lopa.

"Oleh karena kita menganut sistem presidensial, maka seyogianya tidak dilakukan pembubaran parlemen. Kalau itu dilakukan maka itu bertentangan dengan konstitusi," tambah Lopa.

Meski merasa kecewa dengan pandangan yang keliru, apalagi kemudian diblow-up oleh media massa, Lopa merasa tidak harus marah. "Mereka melakukan hal itu karena mereka tidak mengerti. Saya mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW yang selalu sabar menghadapi segala cobaan, meski itu menyakitkan," kata Lopa.

Di tengah nada bicara yang tegas, Lopa memang menyimpan kelembutan. Setiap ucapannya selalu mengacu kepada contoh-contoh yang selalu dilakukan Nabi Muhammad SAW.

Prof Baharuddin Lopa tampak berusaha semakin dekat dengan Tuhan dan Nabinya. Itu pulalah yang terlihat dari keinginannya untuk menjalankan ibadah umrah di sela-sela penyerahan jabatannya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi. Ternyata itu merupakan ibadahnya yang terakhir dan sekaligus perjalanannya yang terakhir.

Selamat Jalan Prof Baharuddin Lopa. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun.
(tom) …

Jumat, 06 Januari 2012

Wanita lampu minyak

Wanita lampu minyak

cerita..... khayalan
judul...... Wanita Lampu Minyak
oleh....... ian oncom

    karto istri mu melahirkan terikan tetangganya... karto... perempuan,laki anak ku... perempuan, karto langsung bergegas pulang umumnya saat lahir anak perempuan di desa ku adalah sesuatu hal yg berharga bagi keluarga,mungkin kalau lahir laki-laki kang karto masih melanjutkan mencangkul..... kang karto pulang melihat anaknya yg baru lahir... sungguh senangnya hati kang karto,
kehidupan kang karto di bawah garis kemiskinan....ada harapan perubahan
    saya bikin singkat ceritanya anak kang karto beranjak remaja sekarang duduk di bangku smp,untuk makan pun susah apa lg membiayai anaknya yg sudah masuk smp,anak perempuan kang karto bernama MURNI,selain murni kang karto mempunyai 3 anak lagi, adik-adik
murni yg masih duduk di bangku sd kelas 5,kelas 3 dan satu lg masih kecil.  
    pekerjaannya sebagai buruh tidak mencukupi sehingga pd suatu hari.... murni sini nak,kang karto memanggil anaknya,ada apa pak
kamu udah besar sepatutnya kamu bantu bapa,ya kan bu... iya murni... adik-2 mu juga butuh biaya,sebaiknya kamu ikut dagang
sama gadis-gadis lain, ( dagang yg di maksud,jualan minuman bir dll di atas meja menggunakan penerangan lampu minyak tanah yg
di tutup kertas wajik ) murni tidak mau bu,pa... asal pekerjaan yg lain murni mau.... bujukan malam itu pun gagal
    ketika murni di tanya oleh gurunya tentang uang spp(pembayaran sekolah) selama 6 bulan,.... pa,bu murni sudah di tagih uang spp
6 bulan.... tuh kan engga pernah nurut orang tua sih kalau kamu dagang kamu bisa bayar spp, juga bantu ibu kamu buat beli,beras,
minyak tanah,adik-2 kamu sekolah..... kamu tinggal pilih dagang apa berhenti sekolah.
    pilihan yg bingung buat murni,tapi teman-temannya sudah banyak yg dagang.... karna di kampung ini sudah turun-temurun,awalnya
hanya kopi,teh tubruk,dan di temani penjual... setiap pulang selain membayar kopi\teh di juga harus membayar ongkos ngbrol perempuan
yg menemaninya,lebih mahal dari harga kopi atau tehnya.
    akhirnya murni mengikuti kata orang tuanya,sehabis isya murni bersiap berangkat ke tempat dagang,malam itu pertama murni ikut berdagang
lelaki hidung belang,perampok,pembobol rumah,penjahat lainnya selalu menghambur-hamburkan uang di desa kami,
    sampai akhirnya murni duduk di bangku smun,ia masih berjualan,ledekan,sindiran,murni dapatkan dari temannya yg mengetahui propesi murni sebagai pedagang,
murni jadi primadona pelayan di mana tempat ia berdagang,lurah,pegawai penting pertamina,pegawai pemerintahan dan banyak lagi yg menyukai murni,murni pernah
di lamar oleh pegawai penting pertamina yg mempunyai istri, satu desa dengan murni,tapi murni menolak karna ia sudah berkeluarga,sehingga pernah rumah murni
di datangi istri pegawai pertamina,makian merebut istri orang,kata-2 kotor,di ucapkan istri pegawai pertamina.
    pegawai pertamina pernah bilang,murni saya mau menikahi kamu,kalau pun kamu tidak mau saya pasti akan menikah dengan orang lain,karna saya sudah tidak tahan
dengan istri saya yg sekarang,setiap kali bertemu istri pegawai pertamina murni pasti menghindar,kalau tidak makian sindiran,kata-2 kotor keluar dari mulutnya
    bukan itu saja,pegawai kelurahan pun pernah menyimpan foto murni sehingga tanpa ujung sebabnya,murni di maki di tengah jalan ketika bertemu istri pegawai
kelurahan,bukan main malunya murni di maki di depan keramaian.
    murni hanya mencintai rendra cucu si dalang,setiap selesai berdagang murni selalu lewat depan rumah rendra sampai akhirnya rendra memberanikan,diri untuk mengantar
murni berawal dari mengantar pulang akhirnya mereka berpacaran,setiap selesai berdagang merekah pasti bercerita satu sama lainnya.
    akhirnya rendra pulang ke rumah ibunya di ibu kota,percintaan mereka hanya di pertemukaan 1 tahun sekali,hujatan,makian yg di lontarkan istri-2 pelangganya
membuat murni tidak bertahan..... setelah lulus smun negri murni akhirnya berangkat ke jepang sebagai penari...... setelah mendapat restu dari ke doa orang tuanya
murni akhirnya terbang ke jepang.

1.kebudayaan turun temurun sebagai pelayan/wanita penghibur sampai kapan kah.........
2.pemuda di sana umumnya mendapat minum/mabok gratis dari tamu/pengunjung biasanya pelayan yg memintakan, untuk anak mudanya sehingga pemuda di sana tidak ada
ke inginan untuk menghakiri ( sudah mendarah daging ) susah untuk di akhiri........
3.umumnya masyarakat yg miskin sehingga mengharuskan merekah melakukan pekerjaan ituh.

Wartawan Jepang

Wartawan Jepang

cerita..... khayalan
judul...... Wartawan Jepang
oleh....... ian oncom

     Proklamasi telah di deklarasikan oleh bung karno pd tgl 17 agustus 1945. wartawan jepang adalah wartawan yg menulis berita tentang perihal keburukan tentara jepang misalnya pemerkosaan terhadap wanita-2 indonesia, pd masa itu di sebut jugon yanfu,,Jugun ianfu merupakan wanita yang dipaksa untuk menjadi pemuas kebutuhan seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia,,Para perempuan Indonesia biasanya direkrut menjadi jugun ianfu berdasarkan paksaan (diambil begitu saja di jalan atau bahkan di rumah mereka), diiming-imingi untuk sekolah ke luar negeri, atau akan dijadikan pemain sandiwara,,Sampai saat ini, para mantan jugun ianfu masih merasakan trauma psikologis dan gangguan fungsi fisik akibat pengalaman pahit yang pernah mereka alami. Belum lagi masyarakat yang tidak memperoleh informasi dengan benar, justru menganggap mereka sebagai wanita penghibur,,
Mardiyem tak bisa melupakan perkosaan pertamanya karena sangat menyakitkan. Apalagi ia belum mengalami menstruasi. Pertama kali ia diperkosa pria brewokan, pembantu dokter yang memeriksa kesehatannya di Telawang. Hari pertama Mardiyem dipaksa melayani 6 laki-laki padahal ia sedang mengalami pendarahan hebat.
Para jugun ianfu itu harus siap melayani hasrat seks para tamu. Selain untuk melayani militer Jepang, sebagian perempuan itu sengaja didatangkan untuk melayani pejabat tertinggi Jepang misalnya untuk Borneo Meisinbu, Kepala Kempeitai, Kepala Bank Tokyo, untuk Direktur-direktur perusahaan besar seperti Mitsubishi Kabushiki Kaisha, Toyo Menka Kabushiki Kaisha, Borneo Simboen, dan sebagainya.
dan tindasan-2 terhadap rakyat karna wartawan jepang ini terlalu berani memberitakan ke jadian di indonesia ke dunia internasional hakirnya dia di cari tentara jepang.
    Sebelum itu ia selalu mengambil gambar dan menulis tentang jogja,borobudur,prambanan ketika ia berada di borobudur ia berkenalan dengan seorang wanita jogja.
     Ketika tentara mencari hanya wanita jogja lah yg dia kenal,dan di sanalah ia bersembunyi, di rumah wanita jogja..... setelah aman dari kejaran tentara jepang, ia belum aman dari ayah wanita jogja... ayah wanita jogja tidak mau ada orang asing apa lg dia buronan tentara jepang ayah wanita jogja marah dan mengusir wartawan jepang.... wanita jogja itu lalu berbicara kepada ayahnya,bahwa dia di cari oleh tentara jepang karna dia telah membela bangsa kita,kalau orang jepang ini di usir dari rumah ini, saya akan ikut dng orang jepang ini,bentak wanita jogja kepada ayah'nya.... dengan terpaksa ayah wanita jogja memberikan ijin untuk tinggal karna wanita jogja adalah keluarga satu-2nya setelah ia bercerai dengan istrinya orang bali dan sekarang isrinya tinggal di sana merawat ibunya yg sudah usia.
    Berbulan-bulan wartawan jepang tinggal di rumah wanita jogja,, wartawan jepang menaroh hati kepada wanita jogja dengan memberanikan diri ia melamar wanita jogja.... 2 th sudah pernikahan mereka,akhirnya wartawan jepang mempunyai seorang anak laki-laki berumur sekitar 1th lebih.... untuk membiayai hidup wartawan jepang mulai menulis lg tentang keindahan kota jogja dan kebudayaannya,dan salah satunya borobudur..... setelah pulang bekerja wartawan jepang selalu menyempatkan diri mengajak jalan anak'nya wartawan kecil.
    Satu tahun kemudian wanita jogja mendapat kabar bawah ibunya sakit di bali setelah ijin dari ayahnya wanita jogja,wartawan jepang,wartawan kecil pun akhirnya pergi ke bali setelah sampai di sana kedatangan wanita jogja adalah obat yg mujarab tidak lama beberapa hari ibunya mulai sembuh..... wartawan jepang dan wartawan kecil pergi berjalan-jalan melihat keindahan bali dan dia terkagum melihat keindahan pulau di mana para dewata beristirahat... ia pun mulai menulis tentang ke indahan pulau dewata...... wartawan jepang mendapat berita gembira bawah istrinya telah hamil lg 4bulan berita gembira itu tidak berlangsung lama ketika ayahnya wanita jogja di kabarkan sakit keras akhirnya sekeluarga pun kembali ke jogja.... seperti biasa wartawan jepang setelah pulang bekerja selalu berfoto dengan wartawan kecil,hasil foto wartawan jepang selalu di simpan di tas kerja yang selalu di bawah kemana pun ia pergi.. karna terkadang ada momen bagus atau indah yang tak mau ia lewatkan.
    Pada tanggal 6 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan BOM di Hiroshima, Jepang, bom atom pertama dalam sejarah terhadap manusia. Dalam beberapa detik, Kota-kota banyak yang hancur,Diperkirakan bahwa lebih dari 2 jam pertama, di Hiroshima, bom yang membunuh lebih dari 120.000 orang dalam populasi 450.000 jiwa,menyebabkan 70.000 lainnya luka-luka dan hampir menghancurkan kota secara keseluruhan.
    Setelah mendengar kabar bawah jepang di bom atom amerika, bung karno dan kawan-kawan tidak membuang kesempatan bagus seperti ini untuk memproklamasika ke bebasan sebagai negara merdeka
    Setelah proklamasi penjajah akhirnya di usir dari tanah air..... waktu itu hari libur wartawan jepang membawah wartawan kecil berjalan-jalan ke pusat kota jogja,di karnahkan habis gajian wartwan jepang membelikan wartawan kecil mainan dan susu hamil untuk istrinya dan belanjaan bulanan keperluan sehari-hari wartawan jepang agak kerepotan membawah belanjaan. wartawan kecil asik dengan mainan barunyanya tiba-tiba bunyi senjata mulai terdengar dimana-mana usir penjajah... usir penjajah ... wartawan jepang memegang erat wartawan kecil lalu berlalu ke tempat yang aman tetapi tentara terlalu banyak ahkirnya wartawan jepang dan wartawan kecil di bawah ke dalam truk tentara..... wartawan jepang selalu menjelaskan bawah saya punya istri di sini yang sedang hamil namun alasan itu tidak menyurutkan para tentara untuk memulangkan ke negara asalnya...... akhirnya wartawan jepang dan wartawan kecil di berangkatkan negara jepang.......
     20 th telah berlalu wartawan jepang mempunyai sebuah surat kabar di jepang yang di kelolah oleh wartawan kecil,,wartawan kecil tidak mungkin ingat saat dia di indonesia dan di bawah ke jepang karnakan usiaanya baru 2th,wartawan jepang tidak pernah bercerita bawah ia mempunyai seorang ibu di indonesia yg sedang hamil yg mungkin sekarang sudah dewasa.
    Wartawan jepang sekarang sudah mempunyai istri lg orang jepang dan mempunyai seorang anak perempuan, sebut saja dia adik wartawan kecil.wartawan kecil mempunyai sifat seperti wartawan jepang berani sehingga usaha surat kabarnya maju pesat.
     Wartawan jepang ketika di usir oleh tentara dia masih membawah tas kerjanya,foto wartawan kecil saat di indonesia seperti di jogja,borobudur,prambanan,bali,ia simpan dalam kotak kayu di tempat yang aman supaya wartawan kecil tidak melihatnya.
     Adik wartawan kecil sangat sayang dengan wartawan kecil,wartawan kecil selalu menulis tentang ketidak adilan dan kemanusian lainnya,ketika itu wartawan kecil sedang di rumah menulis... wartawan jepang dgn istrinya dan anak perempuanya sedang berbelanja membeli kebutuhan bulanan. ballpoin  yang di gunakan wartawan kecil tidak bisa di gunakan wartawan kecil mencari di sekitar meja tamu tidak ia temukan akhirnya ia menuju kamar wartawan jepang terlihat di meja kerja banyak ballpoin/pulpen tetapi pandangannya tertujuh ke tas usang di atas lemari,tas itu tinggi di atas tumpukan-tumpukan tas lainnya rasa penasarannya tidak bisa di hentikan walau jangkauan tas itu terlalu sulit,tas usang itu mempunyai daya tarik terlalu kuat,membuat rasa penasaran wartawan kecil untuk melihatnya,dengan susah payah tas itu sekarang di tangannya,wartawan kecil membukanya... di dalam tas kecil terdapat kotak ukiran, dari kayu... wartawan kecil membuka kotak terdapat foto-foto saat ia masih kecil bersama wartawan jepang, ia melihat fotonya dengan seorang wanita yang mengendongnya di depan rumah,wajah wanita tersebut sangat menunjukan kasih sayang terhadap wartawan kecil.
    Bel rumah berbunyi wartawan jepang pulang sehabis berbelanja ketika ia masuk kerumah tampak sepi, istrinya beranjak kedapur membawah belanjaan,wartawan jepang menuju ke kamarnya, di lihatnya kamarnya berantakan dan di sana ada wartawan kecil yg sedang melihat foto yg selama ini ia simpan dengan rapi,wartawan kecil mulai bertanya lalu wartawan jepang mengajak wartawan kecil ke ruang keluarga,istri dan anak perempuannya di kumpulkan di ruang keluarga.
    Wartawan jepang menjelaskan semua masa lalunya kepada wartawan kecil,istrinya,anak perempuanya..... setelah mendengarkan kisah wartawan jepang,akhirnya wartawan kecil memutuskan untuk mencari ibunya dan adiknya ke INDONESIA.... seminggu sudah wartawan kecil menyiapkan keberangkatanya ke INDONESIA.... adik wartawan kecil membantu persiapannya... wartawan kecil di antar keluarganya sampai bandara.... wartawan jepang menyarankan setelah sampai di jakarta kamu beristirahat dahulu di hotel sebelum keberangkatan ke jogja.... wartawan kecil hanya membawah foto-foto semasa kecilnya di INDONESIA... wartawan jepang sudah tidak ingat lg tempat tingal dulu saat di INDONESIA... tetapi itu tidak menyurutkan niat wartawan kecil untuk mencari ibunya dan adiknya di INDONESIA........ AKAN KAH WARTAWAN KECIL MENEMUKAN IBUNYA DAN ADIKNYA HANYA DENGAN MEMBAWAH FOTO.....
JAKARTA
    Setibanya di bandara sukarno-hatta wartawan kecil menuju taksi... hotel... wartawan kecil memerintahkan sopir taksi.... jakarta adalah ibu kota indonesia di mana ibunya wanita jogja tingggal, bersama adiknya..... yg sekarang wartawan kecil cari,setelah sampai di hotel... wartawan kecil mandi.. setelah itu keluar kembali untuk mencari makan dan melihat-lihat kota jakarta... setelah mendapat get/penerjemah wartawan kecil pergi ke cafe untuk minum santai... sambil mencari tau tentang jogja.... di mana ibunya tinggal, malam berlalu wartawan kecil terlenah akan suasanah malam jakarta.... dengan setengah mabuk wartawan kecil memerintahkan get/atau penerjemah,kembali ke hotel,siap mister.... dengan keadaan mabuk wartawan kecil diantar ke kamar hotel oleh get/penerjemah.
     Ke esokan harinya wartawan kecil... terkejut di karnakan kamarnya berantakan.... sebuah leptop,telpon genggam,dan uang tunai,dompet raib.... untungnya masih ada satu barang yg tersisah yaitu jam tangan.... di karnakan saat mabok wartawan kecil tertidur telungkup jam tangannya di bawah perut.... wartawan kecil melaporkan kejadian yg telah terjadi pagi itu,get/penerjemah sudah tidak terlihat batang hidungnya dengan jam tangan itu wartawan kecil membayar hotel.... dengan sisa uang yg masih cukup lumayan... di karnah jam itu terbuat dari emas.... wartawan kecil masih bisa mendapatkan sebuah tiket tujuhan jogja..... dengan kejadian itu tidak membuat hati wartawan kecil berhenti untuk mencari ibunya wanita jogja.
JOGJA
    Bandara sukarno-hatta menuju bandara adisutjipto jogja,hari masih terang matahari pun masih menunjukan kekuatanya... wartawan kecil pun akhirnya sampai di jogja.... taksi teriak wartawan kecil... bisa antarkan saya ketempat ini, sambil menunjukan foto saat dia kecil bersama wartawan jepang.... mrs hooo ini prambanan.... kalau yg ini bali... dan yg ini malioboro.... dan satu lagi borobudur.... kalau semua di daerah sekitar sini mrs.... selain foto ini mrs.... supir taksi menunjukan foto daerah bali.... kamu bisa antar saya untuk berkeliling besok pagi,kamu jemput saya di hotel.... siap mrs....
    Ke esokanya wartawan kecil bangun lebih pagi untuk mempersiapkan keperluannya...... setelah mandi, sarapan... tidak begituh lama supir taksi sudah datang menumuinya.... pagi mrs...sopir taksi menunjuk foto  borobudur, sebaiknya kita pergi kesaini dulu mrs... perjalanan pagi itu adalah sejarah bagi wartawan kecil karna dia tidak hanya melihat foto saja keindahan borobudur... tetapi ia lihat langsung... tidak begituh lama perjalanan mereka sampai tempat tujuan borobudur.... wartawan kecil takjub akan keindahan borobudur.... dia terus mencari posisi dia bersama wartawan jepang.... sekitar 30th lalu.... akhirnya wartawan kecil pun menemukanya... ia berdiri cukup lama di mana ia berdua bersama berfoto.... mrs... teriak supir taksi, sebaiknya kita lanjutkan pencarian mrs... prambanaan.... candi ini tidak kalah indah di mana roro jongrang di jadikan pelengkap... candi keseribu... oleh raden bandung bondowoso.
    Pencarian rumah tempat wartawan kecil tingga dahulul... sangat lah sulit di karnah kan bangunan sudah banyak berubah.... dengan hanya mengandalkan sebuah foto itu sangat lah sulit.... pencarian rumah hari itu gagal... pancarian hari demi hari tidak menyurutkan hati seorang anak untuk berjuang mancari sosok seorang ibu.
    Keesokan harinya sopir taksi mendatangi wartawan kecil.... mrs... saya tau tempat ini ada teman memberi tau kan di mana rumah ini berada.... tidak terlalu lama berfikir waratawan kecil, ayo kita menujuh kesana.... setelah sesampainya di sana wartawan kecil terkejut di karna kan posisi rumah sudah tidak berpenghuni lg.
    Wartawan kecil banyak menanyakan sesuatu ke pada tetangganya.... tetangganya bercerita... setelah kepergian wartawan jepang dan wartawan kecil. ayah wanita jogja meninggal.... di karna kan keuangan wanita jogja membawah anak perempuannya.... ke bali kerumah ibunya,wanita jogja..... sekarang beliau tinggal di sana mrs... Bali jawab tetangga ibunya tercinta.

BALI
      Bandara adisutjipto menuju bandara ngurahrai bali.... bali adalah pulau dewata di mana para dewa bersantai..... keuang wartawan kecil sudah tidak memungkin kan lg.... dng terpaksa ia harus mencari tempat kost,dan pekerjaan.... setelah ia mendapat kost... sisa uang wartawan keci hanya seratus ribu.... ke esokanya hanya dengan membawah sebotol minuman... wartawan kecil mencari pekerjaan di restoran.... jepang.akhirnya wartawan kecil mendapat pekerjaan di restoran jepang..... dengan sisa uang yang ada wartawan kecil berbelanja.... makanan.... sebelum berangkat kerja wartawan kecil membawah sebuah roti... untuk makan siangnya.... wartawan kecil berkenalan... seorang gadis cantik... yg cukup passe/lancar bahasa jepang.... dalam keadaan sulit wanita ini selalu membantu wartawan kecil...... setengah bulan sudah wartawan kecil bekerja dengan memberanikan diri,wartawan kecil mengajukan pinjamanan/bon untuk menghubungi keluarganya di jepang..... dengan nada marah menejer itu memberikan teguran.... karyawan baru di sini sudah mau pinjam uang.... tidak ada.... obrolan itu tanpa sengaja terdengar oleh wanita sebut saja wanita bali sahabatnya yg passe/lancar berbahasa jepang..... akhirnya wanita bali menghampiri... wartawan kecil.... dan akan membantu untuk menghubungi adiknya di jepang.... wanita bali dan wartawan kecil setelah pulang kerja bergegas ke wartel... interlokal... ke jepang, wartawan kecil menghubungi adiknya.... lalu adiknya yg berada di jepang menannyakan ke beradaan wartawan kecil di indonesia..... lalu wartawan kecil menceritakan.... saat ini ia membutuhkan uang untuk mencari orang tuanya dan bertahan hidup..... di karna kan wartawan kecil tidak mempunyai rekening akhirnya menggunakan.... rekening wanita bali.
     Tidak begituh lama uang kiriman dari adiknya yg berada di jepang sudah masuk ke rekening wanita bali.... setelah uangnya di ambil wartawan kecil... ingin membalas sekedar membelikan sesuatu.... setelah berbelanja wartawan kecil mengantarkan wanita bali pulang ke rumahnya.
     Setelah sampai di rumah wartawan kecil di perkenalkan dengan ibunya wanita bali..... wartawan kecil sungguh bahagia selama ini yg ia cari sekarang berada di depan mata.... wartawan kecil memeluknya dengan erat.... wanita bali dengan ibunya bingung..... lalu wartawan kecil menjelaskan.... lalu ibunya menangis terharu..... suasana saat itu sangat memiluhkan pertemuan antara anak dan orang tua yg di pisahkan karna kejadian pd saat itu..... wanita bali adalah adik wartawan kecil.... wanita bali mandapat pelajaran bahasa jepang oleh ibunya.... wanita jogja...... keinginan wanita bali untuk mencari orang tuanya wartawan jepang dan kakaknya wartawan kecil.... pernah akan di lakukan wanita bali tapi di larang wanita jogja..... di karnah takut akan kehilangan lg...cukup sekali merasa kehilangan..... orang yg di cinta... dan tidak mau terulang lagi.

thank you buat yg udah baca cerita gue......

Ramalan Joyoboyo

140....
polahe wong Jawa kaya gabah diinteri
endi sing bener endi sing sejati
para tapa padha ora wani
padha wedi ngajarake piwulang adi
salah-salah anemani pati

tingkah laku orang Jawa seperti gabah ditampi
mana yang benar mana yang asli
para pertapa semua tak berani
takut menyampaikan ajaran benar
salah-salah dapat menemui ajal

141....
banjir bandang ana ngendi-endi
gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni
gehtinge kepathi-pati marang pandhita kang oleh pati geni
marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti

banjir bandang dimana-mana
gunung meletus tidak dinyana-nyana, tidak ada isyarat dahulu
sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidur
karena takut bakal terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya

142....
pancen wolak-waliking jaman
amenangi jaman edan
ora edan ora kumanan
sing waras padha nggagas
wong tani padha ditaleni
wong dora padha ura-ura
beja-bejane sing lali,
isih beja kang eling lan waspadha

sungguh zaman gonjang-ganjing
menyaksikan zaman gila
tidak ikut gila tidak dapat bagian
yang sehat pada olah pikir
para petani dibelenggu
para pembohong bersuka ria
beruntunglah bagi yang lupa,
masih beruntung yang ingat dan waspada

143....
ratu ora netepi janji
musna kuwasa lan prabawane
akeh omah ndhuwur kuda
wong padha mangan wong
kayu gligan lan wesi hiya padha doyan
dirasa enak kaya roti bolu
yen wengi padha ora bisa turu

raja tidak menepati janji
kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya
banyak rumah di atas kuda
orang makan sesamanya
kayu gelondongan dan besi juga dimakan
katanya enak serasa kue bolu
malam hari semua tak bisa tidur

144....
sing edan padha bisa dandan
sing ambangkang padha bisa
nggalang omah gedong magrong-magrong

yang gila dapat berdandan
yang membangkang semua dapat
membangun rumah, gedung-gedung megah

145...
wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes
akeh wong mati kaliren gisining panganan
akeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara

orang berdagang barang makin laris tapi hartanya makin habis
banyak orang mati kelaparan di samping makanan
banyak orang berharta namun hidupnya sengsara

146...
wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil
sing ora abisa maling digethingi
sing pinter duraka dadi kanca
wong bener sangsaya thenger-thenger
wong salah sangsaya bungah
akeh bandha musna tan karuan larine
akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebabe

orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil
yang tidak dapat mencuri dibenci
yang pintar curang jadi teman
orang jujur semakin tak berkutik
orang salah makin pongah
banyak harta musnah tak jelas larinya
banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab

147....
bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret
sakilan bumi dipajeki
wong wadon nganggo panganggo lanang
iku pertandhane yen bakal nemoni
wolak-walike zaman

bumi semakin lama semakin sempit
sejengkal tanah kena pajak
wanita memakai pakaian laki-laki
itu pertanda bakal terjadinya
zaman gonjang-ganjing

148...
akeh wong janji ora ditepati
akeh wong nglanggar sumpahe dhewe
manungsa padha seneng ngalap,
tan anindakake hukuming Allah
barang jahat diangkat-angkat
barang suci dibenci

banyak orang berjanji diingkari
banyak orang melanggar sumpahnya sendiri
manusia senang menipu
tidak melaksanakan hukum Allah
barang jahat dipuja-puja
barang suci dibenci

149...
akeh wong ngutamakake royal
lali kamanungsane, lali kebecikane
lali sanak lali kadang
akeh bapa lali anak
akeh anak mundhung biyung
sedulur padha cidra
keluarga padha curiga
kanca dadi mungsuh
manungsa lali asale

banyak orang hamburkan uang
lupa kemanusiaan, lupa kebaikan
lupa sanak saudara
banyak ayah lupa anaknya
banyak anak mengusir ibunya
antar saudara saling berbohong
antar keluarga saling mencurigai
kawan menjadi musuh
manusia lupa akan asal-usulnya

150...
ukuman ratu ora adil
akeh pangkat jahat jahil
kelakuan padha ganjil
sing apik padha kepencil
akarya apik manungsa isin
luwih utama ngapusi

hukuman raja tidak adil
banyak yang berpangkat, jahat dan jahil
tingkah lakunya semua ganjil
yang baik terkucil
berbuat baik manusia malah malu
lebih mengutamakan menipu

151...
wanita nglamar pria
isih bayi padha mbayi
sing pria padha ngasorake drajate dhewe

wanita melamar pria
masih muda sudah beranak
kaum pria merendahkan derajatnya sendiri

Bait 152 sampai dengan 156 tidak ada (hilang dan rusak)

157...
wong golek pangan pindha gabah den interi
sing kebat kliwat, sing kasep kepleset
sing gedhe rame, gawe sing cilik keceklik
sing anggak ketenggak, sing wedi padha mati
nanging sing ngawur padha makmur
sing ngati-ati padha sambat kepati-pati

tingkah laku orang mencari makan seperti gabah ditampi
yang cepat mendapatkan, yang lambat terpeleset
yang besar beramai-ramai membuat yang kecil terjepit
yang angkuh menengadah, yang takut malah mati
namun yang ngawur malah makmur
yang berhati-hati mengeluh setengah mati

158....
cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendring
melu Jawa sing padha eling
sing tan eling miling-miling
mlayu-mlayu kaya maling kena tuding
eling mulih padha manjing
akeh wong injir, akeh centhil
sing eman ora keduman
sing keduman ora eman

cina berlindung karena dilempari lari terbirit-birit
ikut orang Jawa yang sadar
yang tidak sadar was-was
berlari-lari bak pencuri yang kena tuduh
yang tetap tinggal dibenci
banyak orang malas, banyak yang genit
yang sayang tidak kebagian
yang dapat bagian tidak sayang

159.
selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun
sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu
bakal ana dewa ngejawantah
apengawak manungsa
apasurya padha bethara Kresna
awatak Baladewa
agegaman trisula wedha
jinejer wolak-waliking zaman
wong nyilih mbalekake,
wong utang mbayar
utang nyawa bayar nyawa
utang wirang nyaur wirang

selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun
(sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu)
akan ada dewa tampil
berbadan manusia
berparas seperti Batara Kresna
berwatak seperti Baladewa
bersenjata trisula wedha
tanda datangnya perubahan zaman
orang pinjam mengembalikan,
orang berhutang membayar
hutang nyawa bayar nyawa
hutang malu dibayar malu

160...
sadurunge ana tetenger lintang kemukus lawa
ngalu-ngalu tumanja ana kidul wetan bener
lawase pitung bengi,
parak esuk bener ilange
bethara surya njumedhul
bebarengan sing wis mungkur prihatine manungsa kelantur-lantur
iku tandane putra Bethara Indra wus katon
tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa

sebelumnya ada pertanda bintang pari
panjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timur
lamanya tujuh malam
hilangnya menjelang pagi sekali
bersama munculnya Batara Surya
bebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut
itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak
datang di bumi untuk membantu orang Jawa

161...
dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan
wetane bengawan banyu
andhedukuh pindha Raden Gatotkaca
arupa pagupon dara tundha tiga
kaya manungsa angleledha

asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur
sebelah timurnya bengawan
berumah seperti Raden Gatotkaca
berupa rumah merpati susun tiga
seperti manusia yang menggoda

162...
akeh wong dicakot lemut mati
akeh wong dicakot semut sirna
akeh swara aneh tanpa rupa
bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis
tan kasat mata, tan arupa
sing madhegani putrane Bethara Indra
agegaman trisula wedha
momongane padha dadi nayaka perang
perange tanpa bala
sakti mandraguna tanpa aji-aji

banyak orang digigit nyamuk,
mati banyak orang digigit semut, mati
banyak suara aneh tanpa rupa
pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar
tak kelihatan, tak berbentuk
yang memimpin adalah putra Batara Indra,
bersenjatakan trisula wedha
para asuhannya menjadi perwira perang
jika berperang tanpa pasukan
sakti mandraguna tanpa azimat

163...
apeparap pangeraning prang
tan pokro anggoning nyandhang
ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang
sing padha nyembah reca ndhaplang,
cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang

bergelar pangeran perang
kelihatan berpakaian kurang pantas
namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak
yang menyembah arca terlentang
cina ingat suhu-suhunya dan memperoleh perintah, lalu melompat ketakutan

164...
putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawu
hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti
mumpuni sakabehing laku
nugel tanah Jawa kaping pindho
ngerahake jin setan
kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo
kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda
landhepe triniji suci
bener, jejeg, jujur
kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong

putra kesayangan almarhum yang bermukim di Gunung Lawu
yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti
menguasai seluruh ajaran (ngelmu)
memotong tanah Jawa kedua kali
mengerahkan jin dan setan
seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu
membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda
tajamnya tritunggal nan suci
benar, lurus, jujur
didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong

165...
pendhak Sura nguntapa kumara
kang wus katon nembus dosane
kadhepake ngarsaning sang kuasa
isih timur kaceluk wong tuwa
paringane Gatotkaca sayuta

tiap bulan Sura sambutlah kumara
yang sudah tampak menebus dosa
dihadapan sang Maha Kuasa
masih muda sudah dipanggil orang tua
warisannya Gatotkaca sejuta

166...
idune idu geni
sabdane malati
sing mbregendhul mesti mati
ora tuwo, enom padha dene bayi
wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada
garis sabda ora gentalan dina,
beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira
tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa
nanging inung pilih-pilih sapa

ludahnya ludah api
sabdanya sakti (terbukti)
yang membantah pasti mati
orang tua, muda maupun bayi
orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi
garis sabdanya tidak akan lama
beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta menaati sabdanya
tidak mau dihormati orang se tanah Jawa
tetapi hanya memilih beberapa saja

167...
waskita pindha dewa
bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahira
pindha lahir bareng sadina
ora bisa diapusi marga bisa maca ati
wasis, wegig, waskita,
ngerti sakdurunge winarah
bisa pirsa mbah-mbahira
angawuningani jantraning zaman Jawa
ngerti garise siji-sijining umat
Tan kewran sasuruping zaman

pandai meramal seperti dewa
dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah anda
seolah-olah lahir di waktu yang sama
tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati
bijak, cermat dan sakti
mengerti sebelum sesuatu terjadi
mengetahui leluhur anda
memahami putaran roda zaman Jawa
mengerti garis hidup setiap umat
tidak khawatir tertelan zaman

168...
mula den upadinen sinatriya iku
wus tan abapa, tan bibi, lola
awus aputus weda Jawa
mung angandelake trisula
landheping trisula pucuk
gegawe pati utawa utang nyawa
sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan
sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda

oleh sebab itu carilah satria itu
yatim piatu, tak bersanak saudara
sudah lulus weda Jawa
hanya berpedoman trisula
ujung trisulanya sangat tajam
membawa maut atau utang nyawa
yang tengah pantang berbuat merugikan orang lain
yang di kiri dan kanan menolak pencurian dan kejahatan

169...
sirik den wenehi
ati malati bisa kesiku
senenge anggodha anjejaluk cara nistha
ngertiyo yen iku coba
aja kaino
ana beja-bejane sing den pundhuti
ateges jantrane kaemong sira sebrayat

pantang bila diberi
hati mati dapat terkena kutukan
senang menggoda dan minta secara nista
ketahuilah bahwa itu hanya ujian
jangan dihina
ada keuntungan bagi yang dimintai
artinya dilindungi anda sekeluarga

170...
ing ngarsa Begawan
dudu pandhita sinebut pandhita
dudu dewa sinebut dewa
kaya dene manungsa
dudu seje daya kajawaake kanti jlentreh
gawang-gawang terang ndrandhang

di hadapan Begawan
bukan pendeta disebut pendeta
bukan dewa disebut dewa
namun manusia biasa
bukan kekuatan lain diterangkan jelas
bayang-bayang menjadi terang benderang

171...
aja gumun, aja ngungun
hiya iku putrane Bethara Indra
kang pambayun tur isih kuwasa nundhung setan
tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh
hiya siji iki kang bisa paring pituduh
marang jarwane jangka kalaningsun
tan kena den apusi
marga bisa manjing jroning ati
ana manungso kaiden ketemu
uga ana jalma sing durung mangsane
aja sirik aja gela
iku dudu wektunira
nganggo simbol ratu tanpa makutha
mula sing menangi enggala den leluri
aja kongsi zaman kendhata madhepa den marikelu
beja-bejane anak putu

jangan heran, jangan bingung
itulah putranya Batara Indra
yang sulung dan masih kuasa mengusir setan
turunnya air brajamusti pecah memercik
hanya satu ini yang dapat memberi petunjuk
tentang arti dan makna ramalan saya
tidak bisa ditipu
karena dapat masuk ke dalam hati
ada manusia yang bisa bertemu
tapi ada manusia yang belum saatnya
jangan iri dan kecewa
itu bukan waktu anda
memakai lambang ratu tanpa mahkota
sebab itu yang menjumpai segeralah menghormati,
jangan sampai terputus, menghadaplah dengan patuh
keberuntungan ada di anak cucu

172...
iki dalan kanggo sing eling lan waspada
ing zaman kalabendu Jawa
aja nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewa
cures ludhes saka braja jelma kumara
aja-aja kleru pandhita samusana
larinen pandhita asenjata trisula wedha
iku hiya pinaringaning dewa

inilah jalan bagi yang ingat dan waspada
pada zaman kalabendu Jawa
jangan melarang dalam menghormati orang berupa dewa
yang menghalangi akan sirna seluruh keluarga
jangan keliru mencari dewa
carilah dewa bersenjata trisula wedha
itulah pemberian dewa

173...
nglurug tanpa bala
yen menang tan ngasorake liyan
para kawula padha suka-suka
marga adiling pangeran wus teka
ratune nyembah kawula
angagem trisula wedha
para pandhita hiya padha muja
hiya iku momongane kaki Sabdopalon
sing wis adu wirang nanging kondhang
genaha kacetha kanthi njingglang
nora ana wong ngresula kurang
hiya iku tandane kalabendu wis minger
centi wektu jejering kalamukti
andayani indering jagad raya
padha asung bhekti

menyerang tanpa pasukan
bila menang tak menghina yang lain
rakyat bersuka ria
karena keadilan Yang Kuasa telah tiba
raja menyembah rakyat
bersenjatakan trisula wedha
para pendeta juga pada memuja
itulah asuhannya Sabdopalon
yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur
segalanya tampak terang benderang
tak ada yang mengeluh kekurangan
itulah tanda zaman kalabendu telah usai
berganti zaman penuh kemuliaan
memperkokoh tatanan jagad raya
semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi..